Silsilah Kopi Sulawesi Utara

Kebun Kopi Jaman Belanda

Kebun Kopi Jaman Belanda
by Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures, CC BY-SA 3.0

Keberadaan tanaman kopi di Sulawesi Utara tercatat mulai pada abad ke-16, saat bangsa Spanyol mulai datang dan menguasai Sulawesi Utara. Kala itu tanah Minahasa yang subur dimanfaatkan untuk perkebunan kopi. Bibitnya didatangkan dari Amerika Selatan. Tahun 1541, Nicolas Desliens, seorang kartografer dunia, mencatat Sulawesi Utara telah menjadikan kopi sebagai komoditi ekspor ke daratan Cina. Sulawesi Utara memang termasuk pelabuhan strategis dalam jalur rempah dari perairan Maluku (Ternate) menuju Asia Timur. Spanyol menjadikan Manado sebagai sentra niaga kopi bagi pedagang-pedagang Tiongkok.

Pada awal abad ke-17 Belanda menumbangkan kesultanan Ternate, dan mulai menutup pengaruh Spanyol dan Portugis di Nusantara. Pergeseran kekuasaan ini telah mengubah sistem tata-niaga kopi dan rempah Sulawesi Utara. Belanda mengatur jalur perdagangan seluruh komoditi harus melalui Batavia. Monopoli dagang ini mematikan perekonomian Nusantara, termasuk Sulawesi Utara. Kejayaan kopi di tanah Minahasa pun perlahan memudar.

Tahun 1796, Bastian Enoch Rambing, seorang Hukum Tua (istilah setempat untuk Kepala Desa), mendatangkan bibit tanaman kopi dari daerah Pasuruan, Jawa Timur, ditanam di daerah Remboken. Bibit kopi asal tanah Jawa ini merupakan pengembangan dari bibit kopiyang didatangkan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dari Malabar, India. Namun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Diduga karena cara penanganan yang tidak tepat terhadap tanaman kopi jenis ini.

Tahun 1822 pemerintah kolonial mendatangkan orang-orang dari pulau Jawa untuk melatih dan mengedukasi petani kopi di Sulawesi Utara. Upaya ini berhasil. Hasil perkebunan kopi di Sulawesi Utara meningkat signifikan. Namun sisi buruknya, sejak saat itu pula pemaksaan terhadap para petani kopi di Sulawesi Utara dimulai.

Baron van der Capellen pada tahun 1824 menyatakan penanaman kopi sebagai usaha pemerintah. Semua hasil perkebunan dimonopoli. Pada masa itu didirikan tiang-tiang hukuman di perkebunan kopi, untuk menghukum mereka yang tidak mau patuh. Hukuman denda dan pembuangan juga diberlakukan. Kopi menjadi barang eksklusif, hanya boleh dinikmati oleh kasta tertentu, dan bukan untuk masyarakat kebanyakan. Bahkan pada tahun 1825, ditugaskan orang-orang khusus untuk mengawasi hingga ke kampung-kampung. Setiap lesung yang ada di rumah penduduk, bagian dasarnya dipasangi pelat tembaga, agar mudah terlihat, apabila lesung tersebut digunakan untuk menumbuk biji kopi, pemiliknya akan menanggung hukuman.

Masa produktif perkebunan kopi Sulawesi Utara kembali terulang tahun 1853-1859, di bawah kekuasaan Residen Albert Jacques Frederic Jansen. Hasil produksi kopi Sulawesi Utara mencapai puncaknya pada era ini. Tahun 1879-1881 perkebunan kopi di Sulawesi Utara kembali berangsur-angsur mengalami kemunduran. Penyakit karat daun yang mulai berjangkit, memusnahkan perkebunan kopi di Sulawesi Utara. Pemerintah kolonial sempat mendatangkan spesies kopi liberika, yang diharapkan dapat lebih kuat dan tahan terhadap serangan hama karat daun, tapi ternyata spesies liberika ini bernasib sama dengan pendahulunya, musnah akibat penyakit karat daun.

Tahun 1907 pemerintah Belanda kembali mendatangkan bibit tanaman kopi, kali ini jenis robusta untuk ditanam di perkebunan-perkebunan kopi di Indonesia, termasuk di Sulawesi Utara. Jenis ini lebih tahan terhadap penyakit karat daun, dan bertahan hingga saat ini. Di Sulawesi Utara, sentra perkebunan kopi robusta terbesar ada di daerah kaki gunung Ambang, tepatnya di kecamatan Modayag. Penduduk desa-desa di kecamatan ini sebagian besar adalah keturunan petani kopi yang didatangkan dari pulau Jawa pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Sekitar tahun 2012 kopi spesies arabika baru mulai dibudidayakan lagi di daerah Koya, Tondano. Produksi kopi arabika Minahasa ini masih terbatas, dan hingga saat ini masih terus dikembangkan. Namun peminatnya telah cukup banyak. Kopi Koya ini banyak diincar oleh para pencinta kopi.

Referensi:

  • Tinungki, Iverdixon. (16 Oktober 2018). “Sejarah Kopi di Sulawesi Utara dan Perkembangannya”. Suara.com. http://barta1.com/2018/10/16/sejarah-kopi-di-sulawesi-utara-dan-perkembangannya/
  • Nurgianto, Budi. (15 Januari 2020). “Cerita Kopi dari Utara Sulawesi”. Ekuatorial.com. https://www.ekuatorial.com/id/2020/01/cerita-kopi- dari-utara-sulawesi/#!/map=4847&story=post-13823&loc=0.337827632384331,125.52566528320311,8
  • Galuwo, Kristianto. (16 Mei 2013). “Kopi Kotamobagu”. minumkopi.com. https://www.minumkopi.com/kopi-kotamobagu/
  • RimbaKita. “Sejarah Kopi Lengkap – Asal, Legenda, Sebaran, Budaya & Perdagangan”. rimbakita.com. https://rimbakita.com/sejarah-kopi/
  • Sasame Coffee. “Sejarah dan Jenis Kopi Dunia & Indonesia”. sasamecoffee.com. https://www.sasamecoffee.com/kopipedia/sejarah-dan-jenis-kopi/
  • Ponge, Aldi. (1 April 2014). “Petani Kopi Modayag-Boltim Beralih ke Hortikultura”. tribunmanado.co.id. https://manado.tribunnews.com/2014/04/01/petani-kopi-modayag-boltim-beralih-kehortikultura.

Buku:

  • Bleeker, P. 1856. Reis door de Minahassa en den Molukschen Archipel. Batavia: Lange & Co. Dodika. 1980. Minahasa Edisi 3
Logo Redo Coffee Medium

Kopi Original Manado

Contact

Address

Jl. Mawar C No. 3
Griya Paniki Indah
Kel. Paniki Bawah
Kec. Mapanget
Kota Manado 95256
Sulawesi Utara Indonesia